.
Kerja sama atau kolaborasi antar-LPPM semakin penting tidak hanya agar kegiatan penelitian, publikasi, dan abdimas yang dilakukan oleh UT dan UNNES dapat lebih komprehensif. Lebih dari itu, melalui kerjasama ini diharapkan mampu memperkuat wawasan keilmuan yang bersifat multi/ inter/ lintas disiplin di antara para dosen/peneliti UT dan UNNES; serta mampu menciptakan ekosistem budaya ilmiah unggul di Indonesia. Melalui skema kerja sama ini, setiap perguruan tinggi yang berkolaborasi memungkinkan untuk dilakukan sharing pendanaan, pemakaian fasilitas laboratorium/studio, peralatan dan perangkat lainnya yang mendukung keberhasilan pelaksanaan penelitian di antara PT yang saling bekerja sama.
Sebagai tindak lanjut dan ikhtiar bersama untuk memberikan bobot pada substansi pada Kesepakatan Bersama yang sudah ditandatangani oleh Rektor UT dan Rektor Unnes tentang Pengembangan Tridarma Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UT dan Unnes berkomitmen untuk lebih mengokohkan jalinan kerja sama secara lebih intensif dan operasional melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Hal ini dipandang perlu mengingat begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bersifat lintas disiplin, sehingga kerjasama ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas penelitian, publikasi, dan abdimas, yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah publikasi dan menuai sitasi dari jurnal ilmiah bereputasi Internasional yang dihasilkan.
Sebagaimana tertuang di dalam naskah PKS, kerja sama dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dosen dan/atau tenaga fungsional tertentu dari UT dan Unnes dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses dan hasil penelitian serta pengabdian kepada masyarakat; dan meningkatkan kualitas produk (output) dan keluaran (outcome) hasil penelitian serta pengabdian kepada masyarakat yang dihasilkan oleh para dosen dan/atau tenaga fungsional tertentu dari UT dan Unnes.
Kerja sama atau kolaborasi antar-LPPM ini semakin penting tidak hanya agar kegiatan penelitian, publikasi, dan abdimas yang dilakukan oleh UT dan UNNES dapat lebih komprehensif. Lebih dari itu, melalui kerjasama ini diharapkan mampu memperkuat wawasan keilmuan yang bersifat multi/ inter/ lintas disiplin di antara para dosen/peneliti UT dan Unnes; serta mampu menciptakan ekosistem budaya ilmiah unggul di Indonesia.
Apalagi, saat ini iklim kerja sama dalam bidang riset, publikasi, dan/atau abdimas telah mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia. Sejumlah perguruan tinggi papan atas di Indonesia telah menawarkan sejumlah program riset kolaborasi baik dengan PT-Nasional maupun PT-Internasional. Melalui skema kerja sama ini, setiap perguruan tinggi yang berkolaborasi memungkinkan untuk dilakukan sharing pendanaan, pemakaian fasilitas laboratorium/studio, peralatan dan perangkat lainnya yang mendukung keberhasilan pelaksanaan penelitian di antara PT yang saling bekerja sama.
Sesuai dengan lingkup bidang tugas LPPM, kerja sama difokuskan pada kegiatan penelitian, publikasi, dan pengabdian kepada masyarakat, seperti penyediaan fasilitas praktik dan pelatihan dalam bidang penelitian dan/atau pengabdian kepada masyarakat; penelitian, publikasi dan abdimas Bersama; penyediaan narasumber, reviewer untuk penelitian, publikasi, seminar, dan/atau pembimbing/supervisor untuk pengabdian kepada masyarakat (abdimas).
Kegiatan penandatanganan PKS dilaksanakan di Gedung LPPM UNNES, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang. Hadir dalam acara tersebut, dari pihak LPPM-UT adalah Ketua LPPM-UT (Dra. Dewi Artati Padmo Putri, M.A., Ph.D.), didampingi Sekretaris LPPM (Prof. Dr. Mohammad Imam Farisi, M.Pd.), dan Kepala Pusat Penelitian Keilmuan (Dr. Etty Puji Lestari, S.E., M.Si.), dan dari pihak LPPM-UNNES adalah Sekretaris LPPM (Prof. Dr. Sucihatiningsih Dian W.P., M.Si.), didampingi oleh para Kepala Pusat atau yang mewakili; Koordinator dan Sub Koordinator; serta para Ketua Gugus di lingkungan LPPM atau yang mewakili.
Penguatan kerja sama atau kolaborasi ini menjadi semakin strategis dan krusial karena setiap institusi atau lembaga (ekonomi, sosial, Pendidikan, dll.) sama-sama dihadapkan pada situasi yang sarat dengan pergolakan (volatile), ketidakpastian (uncertain), kompleksitas (complex), dan ketidakjelasan (ambigue) atau disingkat VUCA. Menghadapi fenomena ini, institusi pendidikan tidak boleh rentan, cepat menyerah (fragile). Mereka dituntut untuk bertindak tangkas, gesit, dan lincah (agile).
Menurut visi global Unesco 2030, salah satu ikhtiar yang bisa dilakukan adalah mengubah mindset pengelolaan pendidikan dari “belajar untuk mengetahui dan melakukan” (learning to know and to do) ke “belajar hidup bersama untuk menjadi” (learning to live together and to be).
Artinya, di era VUCA saat ini, setiap institusi pendidikan baik jenjang pendidikan dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi tidak lagi harus menghadapi tantangan, menyelesaikan masalah dan/atau menciptakan peluang secara sendiri atau individual. Membangun jejaring, kolaborasi atau kerjasama kemitraan dengan instansi lain yang sebidang atau lintas bidang merupakan sebuah keniscayaan.
Bukan saatnya lagi, individu/institusi bekerja sendiri, apalagi bersaing dengan individu/institusi lain menjadi yang terunggul atau terdepan. Kita harus mulai meninggalkan paradigma lama ala Darwinisme, “struggle for existence or life” atau “survival of the the fittes” ke paradigma baru ala Capraisme, ”co-existence of peaceful”. Sebuah realitas baru yang didasarkan pada kesadaran akan saling-hubungan dan saling-ketergantungan esensial dari semua fenomena—fisik, biologis, psikologis, sosial, dan kultural. Tidak ada lembaga sosial baru yang lebih unggul atau lebih penting daripada lembaga sosial lainnya, dan semuanya harus saling berkomunikasi dan bekerjasama.
Yang penting, dalam membangun jejaring, kolaborasi atau kerjasama kemitraan tersebut masing-masing institusi harus memiliki kesamaan visi (Vision), pengertian (Understanding), kejelasan (Clarity), dan kelincahan (Agility) tentang apa, mengapa, bagaimana kerjasama yang akan dibangun. Jika tidak, maka bukan hanya kerja sama tersebut secara substantif tidak memberikan manfaat bagi pengembangan institusi masing-masing pihak. Lebih dari itu, bisa jadi justru akan membebani dan merugikan para pihak.
Membangun jejaring, kolaborasi atau kerjasama kemitraan menjadi sangat penting dan strategis, karena tidak ada seorangpun dan/atau institusi manapun yang bisa belajar dan melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan, harapan dan/atau impiannya secara sendiri-sendiri atau individual. Setiap individu/institusi memiliki batasan dan keterbatasan yang tidak mungkin bisa dilampaui, kecuali dengan bantuan, kerjasama atau berkolaborasi dengan individu/institusi lain.
Hanya dengan cara seperti itu (berjejaring, bekerjasama, atau berkolaborasi) individu/institusi bisa menembus batas-batas kapasitas personal/institusionalnya menuju wilayah yang oleh Vygotsky disebut “Zone of Proximal Development (ZPD)”. Sebuah zona atau wilayah yang hanya bisa dijangkau oleh individu/institusi secara kolaboratif, dengan catatan individu/institusi tersebut harus memiliki karakter suka tantangan (challenge), berani mengambil risiko (willing to risk), punya kegelisahan dan gairah untuk maju (excited), punya daya hidup yang tinggi di tengah tantangan yang dihadirkan pada era VUCA.
sumber: https://www.indonesiana.id/read/158810/tingkatkan-kualitas-penelitian-dan-abdimas-lppm-ut-unnes-jalin-kerja-sama